About Me

Foto saya
Bantaeng, Sul-sel, Indonesia
Yg jeLas Baikkk deCh...

Demi Kemenangan

Lucas memarkirkan sepeda motornya di samping pohon beringin besar yang ada di lapangan parkir Corypheaus International High School. Lucas memandang sekeliling, megahnya sekolah bertaraf internasional itu semakin meriah dengan banyaknya spanduk dan umbul-umbul yang di pasang di sekitar sekolah tersebut.Lucas datang sendiri, dengan mengenakan jas seragam sekolahnya, anak muda keturunan Austria yang kini tinggal di Indonesia tersebut bermaksud mengikuti lomba pidato yang diadakan sekolah lanjutan tersebut. “Wow! Fantastic!” Lucas tertegun kagum saat memasuki sekolah tersebut, lorongnya bersih tanpa ada sebercak sampahpun. Cat temboknya yang berwarna biru langit sangat sepadan dengan keramik lantainya yang berwarna biru laut. Di sana-sini ramai dengan orang yang lalu lalang karena banyaknya lomba yang sedang diadakan. Beberapa stand makanan dilewatinya, ia menoleh kesana kemari, dilihatnya beberapa lomba yang diadakan di dalam aula-aula yang ada di sepanjang lorong tersebut. Ada lomba drama, band, futsal indoor, sampai kesenian daerah Indonesia seperti Tari Yospan dan Saman.“Permisi, Sir. Apakah anda tahu dimana aula yang mengadakan lomba pidato?” Tanya Lucas kepada pemuda yang memakai pakaian security.“Oh, anda lurus, belok kanan di blok kedua. Nanti di sana ada pintu yang tertulis tanda ‘Speech Competition’. Anda masuk saja, acaranya belum dimulai, kok.” Jawab sang security muda sambil mengayun-ayunkan tongkatnya di samping badannya.“Oh, thank you.” Lucas berterima kasih sambil berlalu dari hadapan sang security.“You’re welcome, young boy!” Lucas segera menuju tempat yang ditunjukkan security tadi. Selama perjalanan, Lucas selalu mendapat tawaran dari beberapa penjaga stand yang dilewatinya. Namun Lucas tidak bergeming, ia terus melanjutkan langkahnya menuju tempat lomba yang harus diikuitnya. “Aduh! Hati-hati, dong!” Kata seorang gadis muda yang tanpa sengaja tersenggol Lucas sehingga hampir menjatuhkan minuman yang sedang dipegangnya.“Oh, sorry.” Ujar Lucas singkat sambil terus mempercepat langkahnya. Lucas akhirnya tiba di depan pintu yang bertuliskan ‘Speech Competition’. Perlahan ia memutar kenop pintu dan membuka pintunya perlahan. Ia mengintip sedikit ke dalam ruangan. Ia pun merasa lega karena ternyata lomba belum dimulai.Lucas masuk ke dalam ruangan tersebut, dapat dilihatnya di sekelilingnya remaja-remaja seusianya yang akan menjadi saingannya dalam lomba nanti.Ia mengenal beberapa dari mereka, terutama seorang gadis remaja berkacamata dengan rambut kuncir kuda yang terlihat sedang berlatih sendiri di pojok ruangan. Gadis cantik berpakaian sederhana tapi rapi itu terlihat sedang cuap-cuap sendiri melatih pidatonya.Yup! Dia adalah Gita. Gita adalah saingan Lucas dalam lomba apapun. Lucas selalu bertemu dengannya setiap ia mengikuti lomba, baik lomba Story Telling, Debating, Simulation of International Conference, hingga sekarang lomba Speech atau pidato. Ia dan Gita seolah sudah ditakdirkan untuk menjadi saingan abadi. Namun, sebagai orang yang lahir di Austria, Lucas justru selalu kalah dalam lomba-lomba berbahasa Inggris tersebut dari Gita yang notabene asli Indonesia.Hal ini membuat Lucas jengah dan bosan. Lucas yang merupakan salah satu murid terpandai di Bezzare International School itu selalu diejek teman-temannya setiap ia pulang lomba hanya membawa piala juara kedua. Kali ini Lucas bertekad tidak akan kalah lagi dari Gita, sehingga ia telah menyiapkan sesuatu untuk dapat mengalahkan Gita. “Hai, Lucas! Kamu ikut lomba ini juga? Kita ketemu terus yah kalo lomba. Hehehe.” Gita tiba-tiba menyapa Lucas yang dari tadi sedang melamun, Lucas pun tersentak kaget.“Oh, yeah. Kamu juga ikut lomba ini ya? Wew! Kali ini aku tidak akan kalah lagi dari kamu, loh!” Ujar Lucas yang telah fasih berbahasa Indonesia itu sambil tertawa. Lucas tidak sadar selama ia melamun tadi Gita sudah memperhatikannya, bahkan Lucas tidak sadar Gita berjalan mendekatinya.“Hehehe. Aku tunggu ya Lucas. Do the best!” Gita hanya tersenyum kepada Lucas, lalu berjalan meninggalkannya sendiri. Lucas terdiam. Gita selalu bersikap baik padanya, namun Lucas sendiri sebenarnya menyimpan sedikit dendam akibat kekalahannya yang terjadi terus-menerus dari Gita. Sekeras apapun usahanya, Gita selalu di atasnya.Kekalahan paling memalukan adalah saat lomba debat di sekolahnya sendiri. Lucas yang tampil dihadapan teman-temannya sendiri tidak berkutik menghadapi argumen Gita yang melayang terus-menerus ke arahnya sehingga Lucas terpaksa menyerahkan piagam juara pertama kepada Gita.Lomba ternyata masih satu jam lagi, para peserta masih dapat berlatih atau mengistirahatkan otaknya agar tidak terlalu stres. “Gita!” Lucas menghampiri Gita yang sedang berjalan sendirian. Gita menoleh ke arah Lucas, terlihat sebuah kartu tanda peserta bertuliskan Ranggita Permatasari terpasang di pakaiannya. Kartu tanda peserta yang sama juga dikenakan Lucas di dadanya.“Ada apa Lucas?” Tanya Gita dengan wajah polos dan heran. Mereka memang sering bertemu di setiap lomba, namun ini pertama kalinya Lucas menyapanya duluan.“Hmm..nothing. A...aku cuma mau ajak kamu ke kantin, kan lombanya masih lama. Kita sering ketemu tapi gak pernah ngobrol. Ya kan? Sekali-kali gitu. Hehehe.” Jawab Lucas dengan sedikit malu-malu. Tangannya menggaruk-garuk kepala belakangnya, dilihatnya Gita berpikir sebentar.“Boleh, tapi kamu yang traktir yah! Hehehe.” Gita akirnya menerima ajakan Lucas sambil tertawa.“As your wish, my queen.” Lucas menanggapi permintaan iseng Gita sambil bercanda, badannya dibungkukkan seolah ia adalah pelayan yang sedang berhadapan dengan ratunya. Mereka pun akhirnya berjalan menuju kantin. Gita dengan polosnya menerima ajakan Lucas, tanpa tahu kenyataan yang sebenarnya. Di kantin, Lucas memesan sebuah jus alpukat dan Gita memesan sebuah es teh manis. Kantin bercat biru langit itu cukup ramai, sebagian besar pengunjung kantin adalah peserta lomba dan murid-murid dari sekolah tersebut. Terdengar mereka berbicara dengan bahasa Inggris. Lucas dan Gita pun memilih ngobrol dengan bahasa Indonesia saja. “Hoo...jadi kamu itu lahir dan besar di Austria. Kamu sejak kapan di Indonesia?” Tanya Gita sambil meminum es teh manisnya itu.“Baru 5 tahun aku di Indonesia. Keturunan Austria dari ayahku, ia dulu menikah dengan ibuku yang orang Indonesia di Austria.” Jawab Lucas sambil mengaduk jus alpukatnya yang masih mengendap.“Kok bisa ibumu orang Indonesia ada di Austria?”“Ibuku dulu itu mahasiswi Indonesia yang mendapat beasiswa kuliah di Austria. Terus bertemu dengan ayahku yang waktu itu juga mahasiswa di universitas yang sama. Gitu.” Ujar Lucas sambil menyeruput jus alpukatnya. Lucas meminum jusnya tanpa menggunakan sedotan, kebiasaan, katanya. Mereka terus ngobrol dengan asiknya, sehingga tanpa terasa Lucas telah menghabiskan jus alpukatnya. “Lucas sebentar ya, aku tinggal ke belakang dulu.” Gita meminta permisi kepada Lucas untuk meninggalkannya sebentar.“Iya, gapapa.” Gita lalu meninggalkan Lucas yang masih mengaduk-aduk jus alpukat keduanya. Begitu Gita menghilang dari pandangan. Lucas mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya, botol itu lalu dibuka dan dengan gerakan yang hati-hati agar tidak dicurigai orang di sekelilingnya, Lucas memasukkan sedikit isi dari botol hijau itu ke dalam es teh manis Gita yang masih ada setengah gelas. Diaduknya minuman tersebut. Tidak lama Gita kembali ke tempat duduknya. “Maaf ya kelamaan.”“It’s OK. Aku juga baru mau minum jus ini.” Kata Lucas sambil masih mengaduk-aduk jus alpukatnya, lalu diminumnya jus tersebut. Gita meminum es teh manisnya, dan menghabiskannya. Tidak lama setelah itu, Gita merasa pusing dan kantuk yang amat hebat, hingga tanpa sadar Gita roboh dan tertidur di meja kantin tersebut.Lucas hanya melihat saja. Sambil meminum jusnya, remaja berambut hitam highlight pirang ini tersenyum kecil. Lucas mengambil dompet Gita, dan dikeluarkannya secarik kertas berisikan naskah pidato yang akan dilombakan Gita nanti. Lucas melempar kertas itu ke tempat sampah.Lucas brharap tanpa kertas itu Gita akan kesulitan dalam berpidato nanti sehingga nantinya ia yang akan menang. Gita masih tertidur di atas meja kantin tersebut, kedua tangannya dijadikan bantalan untuk kepalanya. Efek obat yang tadi diberikan Lucas ternyata cukup cepat, hanya dalam beberapa detik Gita langsung tertidur setelah meminumnya. Lucas hanya menatap wajah lugu Gita yang sedang tertidur. Wajah yang tanpa dosa. Membuatnya sempat mengurungkan niat untuk mencurangi Gita. Jus alpukat kedua akhirnya telah dihabiskannya. Lucas melirik ke arah jam tangannya. “Gita, Gita. Bangun. Lombanya mau mulai tuh.” Ujar Lucas pelan sambil mengguncang-guncangkan badan Gita.“Eh, oh, iya. Aku ketiduran ya? Aduh, aku agak pusing Lucas.” Gita terbangun dan mencoba menyadarkan dirinya. Wajahnya terlihat sedikit pucat.“Kamu gapapa, Gita?” Tanya Lucas sedikit khawatir, ia takut obatnya berakibat buruk kepada Gita.“Gapapa kok Lucas.” Gita mencoba berdiri sambil berpegangan pada sisi meja. Tangan kanannya memegang kepalanya yang masih agak pusing.“Kamu bisa berjalan?” Lucas mengulurkan tangannya untuk berjaga-jaga takut Gita terjatuh.“Aku bisa kok. Makasih ya.” Gita melepas pegangannya di meja. Perlahan ia coba berjalan menuju westafel dan sedikit mencuci muka. Wajahnya kini telah segar kembali. Lucas yang berdiri di belakangnya merasa lega megetahuii Gita tidak apa-apa. Mereka berdua tiba di tempat perlombaan. Mereka berdiri berjejer dengan peserta lain yang berjumlah kurang lebih 15 orang. Sementara ketua pelaksana membacakan sambutan dan pembukaan lomba ini, Gita sibuk merogoh-rogoh dompet dan kantongnya. “Kamu cari apa Gita?” Bisik Lucas di kuping Gita.“Aku nyari bahan pidatoku. Tanpa itu aku bisa kebingungan nanti pas pidato.. Aduhhh...” Wajah Gita terlihat panik, dirogohnya kantongnya dalam-dalam dan dikeluarkannya semua isi dompetnya itu.Terlintas di hati Lucas untuk mengakui perbuatannya saat melihat Gita yang terlihat panik. Ia tidak bersalah, Gita selalu menang namun ia tidak pernah mencurangimu Lucas, ucapnya pada dirinya sendiri. Namun setan dendam di hati Lucas ternyata lebih hebat dari hati nurani Lucas, sehingga ia pun mengurungkan niat baiknya itu.“Mungkin terselip atau apa mungkin.” Ujar Lucas berusaha menghibur Gita.“Aku gak tau, Lucas. Tadi aku taro dompet, sekarang hilang. Padahal aku harus memenangi lomba ini, Lucas. Aku benar-benar...harus...” Sebutir air mata menggelinding di pipi Gita, namun Gita menghapusnya dengan segera.“Harus apa Gita? Memang kenapa dengan hadiahnya?” Tanya Lucas penasaran.“Gak apa-apa kok, Lucas.” Singkat Gita sambil sedikit terisak. Gita tidak ingin menceritakan yang sebenarnya kepada Lucas, Gita tidak ingin membebani teman barunya itu menjelang lomba.“Kamu tenang Gita. Kamu pasti bisa! Walau tanpa kertas itu aku yakin kamu bisa memenangi lomba ini!” Lucas mencoba meyakinkan Gita dengan wajah penuh semangat. Wajah yang sangat berbeda dengan hatinya kini.“Iya, Lucas. Makasih. Aku pasti bisa! Tapi aku berharap kamu jangan ngalah ya. Aku gak mau.” Pinta Gita.“Oke, Gita. You can trust me, ok?”Tepuk tangan penonton membahana di aula yang luas itu saat sang ketua pelaksana dengan resmi membuka lomba pidato tersebut.Satu per satu peserta maju dan menunjukkan kebolehan mereka dalam berpidato. Lucas pun maju. Ia terlihat paling lancar dan bagus dalam berpidato dibanding pserta lainnya. Beberapa penonton sudah menerka-nerka bahwa pemenangnya adalah Lucas, mereka kagum dengan semangat dan keatraktifan Lucas dalam menyampaikan isi pidatonya.Tiba giliran Gita. Ia terlihat amat gugup saat menaiki tangga panggung. Sesekali ia melihat ke arah Lucas yang terlihat mengatakan sesuatu yang menghiburnya, namun sayang ia tidak dapat mendengarnya.Para penonton memberi tepuk tangan yang meriah. “Ladies and Gentlement. We know that...” Gita mulai pidatonya perlahan. Keringat mengalir deras menyapu wajahnya. Sesekali ia mengelap wajahnya dengan sapu tangan. Gita berbicara cukup lancar meski beberpa kali terhenti. Ia adalah satu-satunya peserta yang tidak membawa alat bantu naskah pidato dalam lomba itu. Setengah jam lamanya Gita berorasi menyampaikan isi pidatonya. Gita pun menutup pidatonya dan mulai melangkah menuruni panggung. Gemuruh tepuk tangan penonton mengiringi kepergian Gita dari atas panggung. “I know you can you do it, my dear!” Sambut Lucas saat Gita datang menghampirinya di balik panggung.“I’ve been so nervous, haven’t I?” Gita bertanya kepada Lucas sambil mengusap peluh di keningnya. Mereka berdua pun duduk di sebuah bangku panjang bersama peserta lain yang telah selesai berpidato.“Tapi kamu hebat! Kamu bisa lancar banget padahal gak pake teks.” Puji Lucas. Hatinya sebenarnya geram. Ia takut ketiadaan teks Gita malah menjadi nilai tambah untuknya.“Ya alhamdulillah sih. Aku sempet macet-macet tadi.”“Itu biasa lah. Yang bawa teks aja berhenti terus, kok.”“Tapi masih kerenan kamu Lucas. Kamu bisa ajak ngobrol penonton, bersemangat banget jadi penonton pada gak ngantuk. Hehehe.”“Ah kamu bisa aja. Kamu juga bagus kok. Hehehe.” Mereka berdua mengobrol mengenai penampilan mereka masing-masing di panggung. Mereka saling melepmar pujian dan rasa kagum masing-masing. ---OOO--- Pengumuman pemenang siap diumumkan. Sang ketua pelaksana naik ke atas panggung dan membuka selembar kertas. Dibetulkannya letak kacamatanya agar dapat membca lebih baik, lalu ia berkata.“According to our consideration. We decide that the first winner is...Lucas Astonished! And followed by the second winner is Ranggita Permatasari and the third is Rizka Aprilianingrum!”“For the winners, please go up to the lectern.” Lanjut sang ketua. Lagi-lagi tepuk tangan penonton menggelegarkan seisi aula. Menyambut para pemenang yang hendak menaiki podium.Yang paling senang tentu adalah Lucas. Ia akhirnya bisa melewati Gita dan berhasil menjadi juara pertama. Lucas berhak atas sebuah piala dan uang tunai sebesar tiga juta rupiah. Sedangkan Gita yang diurutan kedua cukup mendapat sebuah piala dan piagam penghargaan.Lucas terlihat amat gembira. Teman-temannya yang menonton mengeluk-elukkan Lucas seolah ia adalah seorang pahlawan bangsa. Lucas sepintas lupa dengan Gita yang telah lenyap dari podium tingkat dua. “You’re so great, buddy!” Ujar temannya yang ikut naik ke atas panggung menghampiri Lucas. Teman-temannya membanjiri Lucas dengan ribuan pujian, namun Lucas seolah tidak peduli. Matanya menerawang sekeliling mencari seseorang. Seorang gadis berwajah sendu yang sejak tadi menemaninya.Lucas mencoba menghindari kerumunan teman-temannya dan keluar aula. Lucas menengok ke kanan dan kiri, sampai akhirnya ia berhasil menemukan Gita. Bersandar di sebuah loker sambil menangis. Wajahnya sembab oleh air mata. Orang-orang yang melewatinya hanya mendiamkannya begitu sajaLucas berusaha mendekati Gita. Namun dengan segera ia bersembunyi di balik dinding saat ia melihat seorang lelaki paruh baya lebih cepat menghampiri Gita. Lelaki itu merangkulnya dan Gita pun menangis dalam pelukan lelaki paruh baya tersebut.Lucas tanpa sengaja mendengar perbincangan mereka berdua dari balik dinding. “Ayah...aku...aku...” Isak Gita berusaha mengucapkan sesuatu. Namun ternggorokannya seolah tersumbat bola-bola coklat besar yang menghalanginya bicara.“Tak apa, nak. Ayah tahu...kamu udah berusaha, namun ternyata Allah berkehendak lain.” Lelaki paruh baya tersebut ternyata ayah Gita, yang menunggu Gita di luar gedung sekolah sejak awal.“Sekarang bagaimana kita bayar biaya perawatan ibu? Kesempatan ku untuk dapat uang sudah lenyap. Aku kalah, Yah!” Tangis Gita semakin menjadi. Ibu Gita saat ini sedang dirawat setelah koma selama 2 bulan. Gita bukanlah anak orang kaya, ayahnya hanya seorang pedagang keliling dan ibunya tidak bekerja. Kehidupan mereka sangat sederhana namun bahagia, sampai suatu hari Ibu Gita tidak sengaja menginjak genangan air yang membuatnya terjatuh dan koma hingga saat ini. “Tenang saja, Nak. Kini kamu tidak perlu memaksakan diri lagi.” Ujar ayahnya pelan. Ayahnya mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Gita menangis semakin keras setelah mendengar bahwa ibunya baru saja meninggal. Dicengkeram baju ayahnya dengan sangat keras. Air matanya yang jernih membasahi wajahnya dan terjatuh ke lantai.“Tidakkkkk! Ibuu...maafin Gita! Gita gak bisa nolong ibu!” Gita menangis dalam pelukan ayahnya. Air mata Gita jatuh deras merantai hujan badai yang amat hebat. Rasa kehilangan kini menyelimuti hatinya, ia takkan bertemu ibunya yang amat disayanginya. Selamanya.Lucas yang mendengar kenyataan pahit itu hanya terdiam. Ia merasa amat menyesal. Hatinya kini luluh. Perasaan dendam yang semula amat menggebu di hatinya kini lenyap tak berbekas, berganti dengan rasa bersalah yang mengendap kini di ulu hatinya.Penyesalan memang selalu belakangan. Hanya karena termakan dendam dan rasa ingin menang ia tega mengotori niat tulus Gita untuk menolong ibunya. Kini tidak ada yang dapat dilakukan Lucas. Ia hanya termenung dan termangu. Meratapi kebodohan dan keegoisannya yang telah memakan korban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LOVE